Minggu, 25 September 2011

MAKALAH INTERAKSI DAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA

PEMANFAATAN MODEL-MODEL TEORETIK PEMBELANJAAN

Model Pembelajaran Pada Umumnya
Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam pengertian lain “model” juga diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti, “globe” adalah model dari bumi tempat kita hidup. Dalam uraian selanjutnya, istilah model digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual. Atas dasar pemikiran tersebut, maka yang dimaksud dengan “Model Belajar-Mengajar” adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar. Dengan demikian aktivitas belajar-mengajar benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang bertata secara sistematis.
Khusus mengenai Model Belajar-Mengajar pada umumnya, Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986) telah menyajikan model belajar-mengajar yang telah dikembangkan dan dites keberlakuannya oleh pakar kependidikan. Joyce dan Weil (1986) menegaskan , hakikat mengajar atau “teaching” adalah “Membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berfikir, dan sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara bagaimana belajar”. Dalam kenyataan sesungguhnya, hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses belajar-mengajar ialah “…the student” increased capabilities to learn more easily and effectively in the future”. Kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif dimasa yang akan datang (Joyce dan Well, 1986:1). Karena itu, proses belajar mengajar tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, akan tetapi juga bermakna prosfektif dan berorientansi ke depan.
Dari hasil kajian terhadap berbagai model belajar-mengajar yang telah dikembangkan dan dites oleh para pakar kependidikan di bidang itu, Joyce dan Weil (1986) mengelompokkan model-model tersebut ke dalam empat kategori, yakni :

Kelompok Model Pengolahan Informasi atau “The Information Processing Family”
Model-model Belajar Mengajar Pengolahan Informasi menitikberatkan pada cara-cara memperkuat dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia ini dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, meraskan adanya masalah dan mengupayakan jalan pemecahannya, serta mengembangkan bahasa untuk mengungkapkannya. Beberapa model dalam kelompok ini memberikan kepada para pelajar beberapa konsep dan pengetesan hipotesis, dan sebagian lainnya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan kreatif. Beberapa model, sengaja dirancang untuk memperkuat kemampuan intelektual umum. Secara umum, banyak dari model pengolahan informasi ini yang dapat diterapkan kepada sasaran belajar dari berbagai usia dalam mempelajari individu dan masyarakat. Oleh karena itu kelompok model ini potensial untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan yang berdimensi personal dan sosial di samping yang berdimensi intelektual.
Secara singkat, masing-masing model yang termasuk ke dalam kelompok ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

Model Pencapaian Konsep
Model ini berangkat dari studi mengenai proses berpikir yang dilakukan oleh Bruner, Goodnow, dan Austin (1967) yang sengaja dirancang untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi kemudahan bagi mereka untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang lebih efektif. Model ini, juga merupakan model yang sangat efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai bidang studi. Salah satu keunggulan dari model pencapaian konsep ini ialah dalam meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah dan lebih efektif di masa depan. Dari hasil kajian terhadap keberlakuan dari model ini, diperoleh petunjuk yang meyakinkan secara akademis dan praktis, bahwa model ini dapat digunakan untuk sasaran belajar dari berbagai usia.

Model Berpikir Induktif atau “Inductive Thinking”
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyingkap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antar hal. Model ini telah dimanfaatkan secara meluas dalam berbagai bidang studi pada kurikulum berbagai tingkatan pendidikan.

Model Latiahan Penelitian atau “Inquiry Training”
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses mengenai hubungan sebab akibat, dan menjadikan mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, dan merumuskan dan mengetes hipotesis. Pengembang model ini ialah Ricard Achman (1962). Walaupun pada mulanya model ini digunakan dalam bidang ilmu-ilmu alam, lebih utuh telah diterapkan dalam bidang pengajaran ilmu sosial dan dalam program latihan yang berisikan materi yang berdimensi personal dan sosial.

Model memoriasi atau “Memorization”
Memoriasi adalah strategi yang digunakan untuk menghapalkan untuk mengasimilasikan sesuatu formasi. Guru dapat menggunakan model ini untuk membimbing penyampaian materi yang maksudkan agar para pelajar dapat dengan mudah menangkap informasi baru. Disamping itu, guru  dapat mengajarkan sarana yang perlu dipilih untuk dapat digunakan oleh para pelajar dalam memperkuat proses belajar perseorangan dan kelompok dalam mempelajari materi informatif dan konseptual. Seperti halnya model lain, model ini  juga telah banyak dikaji dan ternyata dapat digunakan dalam berbagai bidang studi untuk sasaran belajar pada berbagai tingkatan usia. Model ini dikembangkan oleh tessel dan levin (1981) dan diaplikasikan lebihn lanjut oleh Lucas dan Lorayne (1974)

Model Pengembangan intelek atau “ Developing Intelect “
Model ini didasarkan pada studi tentang perkembangan kognitif (Piaget: 1952, Kohberg: 1976,). Penggunaan model ini bertujuan untuk membantu para guru menyesuaikan proses belajar-mengajar terhadap taraf kematangan para siswa dan untuk merancang cara-cara meningkatkan kecepatan perkembangan kognitif para siswa. Model ini dapat digunakan dalam berbagai studi (Spoulding: 1970, Purple dan Ryan: 1976)

Model Penelitian Ilmiah atau “Scientific Inquiry”
Tujuan dari model ini ialah untuk mengajarkan metode ilmiah secara langsung, dan untuk mengajarkan konsep-konsep disiplin yang furdamental atau mendasar dan informasi dasar yang diperlukan untuk memahami suatu bidang ilmu (Bruner: 1960). Model ini terutama diterapkan dalam bidang ilmu alamiah dan ilmu sosial dan dapat digunakan dengan kombinasi model lainnya.

Kelompok Model Personal atau “Personal Model”
Disadari bahwa kenyataan hidup manusia pada akhirnya terletak pada kesadaran individu. Manusia mengembangkan kepribadian yang unik, dan melihat dunia dari sudut pandangan yang merupakan hasil dari pengalaman dan kedudukan kita. Pengertian umum merupakan hasil kesepakatan individu-individu yang harus hidup, bekerja, dan membentuk keluarga secara bersama-sama.
Model personal beranjak dari pandangan kedirian atau “selfhood” dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan kita dapat memahami diri sendiri dengan baik, memikul tanggung jawab untuk pendidikan kita, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup lebih baik. Kelompok Model Personal memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha menggalakkan kemandirian yang produktif, sehingga manusia menjadi semakin sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya.
Termasuk ke dalam kelompok model ini, model-model belajar mengajar sebagai berikut :

Model Pengajaran tanpa Arahan atau “Non Directive Teaching”
Seorang ahli psikologis dan konselor, Carl Rongers (1983) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun peranan guru dalam mengajar ialah sebagai “konselor”. Bertolak dari teori-teori konseling, model ini menitikberatkan pada prinsip persahabatan atau “partnership” antara murid dan guru.
Para guru mencurahkan perhatian dan tenaganya untuk membantu para pelajar memahami bagaimana peranan utama dirinya dalam mengarahkan pendidikannya, misalnya dengan berprilaku sedemikian rupa untuk menjernihkan tujuan dan turut serta secara aktif dalam usaha untuk mencapai tujuan itu. Guru berfungsi memberikan informasi mengenai bagaimana kemajuan yang telah dicapai dan membantu para siswa memecahkan masalah yang mereka hadapi. Seorang guru nondirektif harus secara aktif membangun pertalian kerja sama yang diperlukan dan memberikan bantuan yang dibutuhkan pada saat para pelajar mencoba memecahkan masalah.
Model ini digunakan dalam berbagai cara, terutama sebagai model dasar untuk melaksanakan pendidikan secara keseluruhan. Kedua, model ini digunakan dengan cara mengkombinasikan dengan model lain untuk menjamin bahwa hubungan itu dibuat sendiri oleh para siswa. Ketiga, model ini digunakan pada saat para pelajar merencanakan proyek mandiri atau kelompok. Keempat, model ini dipakai secara periodik pada saat memberikan penyuluhan kepada para siswa, menemukan apa yang sedang mereka pikirkan dan merasakan, dan membantu mereka memahami apa yang mereka lakukan.
Sebagaimana halnya model yang lain, model ini telah digunakan dalam berbagai situasai dan bebagai mata pelajaran.  Walaupun model ini dirancang untuk mengembangkan “selfunderstanding” (pengertian diri) dan “independen” (kemandirian), dapat juga dipakai untuk mencapai tujuan yang bersifat akademis.

Model Sinektiks atau “Synectics Model”
Pada mulanya model ini dikembangkan untuk dipakai dalam kelompok kreatif atau “creative group” dalam lingkungan industri dan di Sekolah Menengah Pertama. Model ini dirancang untuk membantu individu membuka pintu pemecahan masalah, kegiatan tulis-menulis dan memperoleh pandangan baru dalam berbagai topik. Di kelas, model ini diperkenalkan kepada para siswa rangkaian bengkel kerja sampai kepada saat dimana mereka dapat menerapkan prosedur secara individual dalam kelompok yang sedang bekerja sama. Walaupun model ini dirancang untuk memberikan rangsangan kreatifitas, model ini telah memberi dampak pengiring berupa mendorong kerja sama, belajar keterampilan, dan rasa hangat dalam hubungan antar siswa.

Model Latihan Kesadaran atau “Iawareness Trining”
Menurut beberapa pakar (Brown: 1964, Perl: 1986, dan Schultz: 1958 dan 1976) membantu para siswa memperluas kesadaran diri dan kemampuan untuk merasa dan berpikir merupakan tujuan utama dari model ini. Model ini berisikan rangkaian kegiatan lokakarya atau “Workshop” yang dapat mendorong timbulnya refleksi hubungan antar individu, citra diri atau “selfmage”, eksperimentasi, dan penampilan diri. Model ini juga telah diterapkan secara meluas dalam berbagai situasi dan untuk peserta didk berbagai usia.

Model Pertemuan Kelas atau “Classroom Meeting”
William Glaser (1965) mengadaptasi model konseling untuk merancang model ini dengan maksud untuk membantu para pelajar memikul tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab untuk lingkungan sosialnya sehingga dapat digunakan dalam lingkungan kelas. Di dalam kelas model ini diwujudkan dalam bentuk suatu rapat atau pertemuan di mana kelompok bertanggung jawab untuk membangun sistem sosial yang sesuai untuk melaksanakan unsur perbedaan perseorangan dengan tetap menghargai tugas-tugas bersama dan hak-hak orang lain.
Dari pengalaman penggunaan dalam berbagai situasi, model ini ternyata telah memberikan metode langsung untuk mengelola suasana pengajaran atau “instructional setting” dan untuk mengorganisasikan para pelajar agar dapat bertanggung jawab atas situasi kelas. Oleh karena itu , model ini sering disebut “Classroom Management Model”. Model ini memiliki karekteristik yang memberikan suasana belajar individual dan kelompok., dan pencapaian keterampilan sosial. Disamping itu, model ini juga digunakan untuk mencapai tujuan yang bersifat akademis.
Harus diyakini bahwa tujuan pendidikan yang bersifat personal, sosial, dan akademis satu dengan yang lain saling memiliki kesesuaian. Kelompok Model Personal ini memberikan sumbangan yang sangat esensial dalam bidang pengajaran yang secara langsung ditujukan pada pemenuhan kebutuhan akan harga diri atau “self esteem” dan “self understanding” dari para siswa, dan untuk mendorong mereka agar mampu dan mau menghargai orang lain.

kelompok model sosial atau “social models”
harus diakui bahwa kerja sama merupakan salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan kerja sama kita dapat membangkitkan dan menghimpun tenaga atau “energy” secara bersama kemudian disebut “synercy” (joyce dan weill:1986). David dan roder jhonson dan kawan-kawan (1974, 1981) dan robert shavin (1983)telah bekerja sama dengan para guru untuk mengkaji kemanfaatan dari penggunaan “cooperative rewards” atau hadiah yang diberikan atas suatu kerja sama, dan struktur tugas kerja sama atau “comparative task stucture” dalam suatu kegiatan kelompok. Hasilnya cukup meyakinkan, ternyata kerja sama dapat membantu ber agai proses belajar. Namun demikian hal ini tidaklah berarti bisa dipakai. Yang harus dicatat ialah “synergy” dapat memberikan keuntungan, dan oleh karena itu pula model-model sosial merupakan bagian penting dari proses belajar-mengajar secara keseluruhan.
Kelompok model ini meliputi sejumlah model, yang secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut:

Model investigasi kelompok atau “group investigation” 
Dengan bertolak dari pandangan john dewey(1917), herbert thelen (1960) dalamjoyce dan weill (1986) memberikan pernyataan tegas bahwa pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Oleh sebab itu, pendidikan bagi para pemuda, sekurang-kurangnya harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama atau “cooperative inquiry” terhadap masalah-masalah sosial, dan masalah-masalah akademis. Pada dasarnya nodel ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefenisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah tiu, mengumpulkan data yang relevan mengembangkan dan mengetes hipotesis.dalam kerangka itu,para guru seyogyanya mengorganisir proses belajar mulalui kerja kelompok dan mengarahkannya, membantu para siswa menemukan informasi, dan mengelola terjadinya bebagai interaksi dan aktivatas belajar.

Model bermain peran atau “role playing”
Medel ini dirancang oleh fanie dan heorfe shaftel (1984), khususnya untuk membantu para siswa mempelajari nilai-nilai sosial dan pencerminannya dalam perilaku. Di samping itu, model ini digunakan  pula untuk membentuk para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu-isu sosial, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya memperbaki keteranpilan sosial. Dalam model ini para siswa dibimbing untuk memecahkan berbagai konflik, belajar mengambil peranan orang lain, dan mengamati perilaku sosial. Dengan berbagai penyesuaian, model ini dapat digunakan untuk berbagai bidang studi pesrta didik dari berbagai usia.

Model penelitian yurisprudensi atau “jurisprudential inquiry”
menerapkannya dalam suasana belajar di sekolah. Pakar yang mengembangkan model ini, khusus dalam rangka pedidikan  kewarganegaraan.Para pelajar sengaja dilibatkan dalam masalah-masalah sosial yang menuntut pembuatan kebijaksanaan pemerintah, misalnya: isu keadilan,kemiskinan, dan kekuasaan. Selanjutnya para pelajar belajar menganalisis kasus-kasus itu dan mengidentifikasi isu kebijaksanaan pemerintah yang diperlukan untuk mengatasi isu itu.
Walaupun model ini semula dan terutama dirancang untuk digunakan dalam pengajaran ilmu sosial, potensial untuk digunakan dalm bidnag studi yang membahas isu-isu kebijaksanaan umum atau berkaitan dengan kebijaksanaan umum.

Model latihan laboratoris atau “laboratory training
Selama dan setelah ttterjadinya perang dunia ll telah banyak petunjuk bahwa keberhasilan individu dan kelompok dalam berbagai bidang, tergantung pada tingkat pengertian sosial, keterampilan, dan kemampuan setiap orang untuk menciptakan suasana di mana perbedaan individual dapat dihargai dan tugas-tugas bersama dapat dikoordinasikan. The national training laboratory di USA sengaja di kembangkan atau dasar sejumlah model latihan yang sesuai ( benne, gibb, dan bradford: 1964). Dewasa ini, suasana kerja dan aktivitas dirancang untuk membantu kelompok dalam menganalisis proses sosial, kesesuaian pekerjaan dengan keterampilan, pembangunan keutuhan kerja. Model latihan laboratoris, digunakan untuk suasana belajar orang dewasa. Tetapi, dengan berbagai modifikasi dapat digunakan dalam suasana belajar peserta didik yang lebih muda.
Model penelitian sosial atau “social science inquiry”
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu ilmiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu sosial. Mahasiswa dan cox (1966), telah menyajikan model umum. Model yang lebih spesifik dikembangkan dengan menggunakan metode-metode keilmuan Antropologi, Sejarah, Geografi, Psikologi sosial dan Sosiologi.
Walaupun model-model sosial ini dirancang secara khusus untuk memanfaatkan proses sosial, dapat juga digunakan untuk tujuan akademis, seperti latihan berfikir dan pembangunan konsep. Model yurisprudensial, misalnya, merupakan model yang melibatkan proses intelektual yang relatif lebih rumit. Dasar dari model ini ialah proses kesepakatan sosial atau “social negotiation”. Model ini menuntut para pelajar untuk menguuji dirinya sendiri, perilaku kelompok, dan proses sosial yang lebih besar.
Kelompok Model Sistem Perilaku atau “Behavioral Systems”
Model ini dikenal pula sebagai model modifikasi perilaku atau “behavioral modification”.  tetapi perilaku atau “behavioral therapy”,dan  sibernetik atau “ cybernetics”. Dasar pemikiran dari kelompok model ini ialah sistem komunikasi yang mengoreksi sendiri atau “ self-correcting-communication-system” yang memodifikasi perilaku dalam hubungannya dengan bagaimana tugas-tugas dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Para ahli psikologis, seperti Skinner (1953) telah mempelajari bagaimana mengorganisasikan struktur tugas dan umpan balik agar dapat memberikan kemudahan terhadap hilangnya rasa takut pada diri seseorang, bagaimana belajar membaca dan menghitung, mengembangkan keterampilan atletik dan sosial, menghilangkan rasa cemas dan cara santai, dan mempelajari keterampilan-keterampilan intelektual,sosial dan fisik yang perlu bagi seorang pilot atau astronout.
Kelompok model ini meliputi sejumlah model khusus yang secara singkat dapat diintisarikan sebagai berikut:
Model belajar tuntas,pengajaran langsung, dan teori belajar sosial atau “mastery karning, direct instruction, and social learning theory”.
Penerapan paling umum dari sistem perilaku untuk mencapai tujuan akademis mengambil bentuk belajar tuntas atau “nastery learning” (bloom: 1971), atau “direct instruction” (beacher: 1981 dan galsser: 1968). Model ini memiliki ciri-ciri yang srupa dangan model pengajaran berprograma adat pengajaran berbimgkai atau “programmed instruction”yang dikembangkan oleh skinner. Sebagai berikut:
a)Bahan-bahan yang akan dipelajari dibagi menjadi beberapa unit.
b)Bahan-bahan yang disajikan kepada para pelajar diorganisasikan secara perseorangan dengan menggunakan berbagai media.
c)Para pelajar melakukan proses belajar secara bertahap menurut kecepatan belajarnya masing-masing dengan melalui unit-unit pelajaran itu.
Jika seseorang ternyata belum dapat menguasai unit itu, ia dapat mengulanginya sampai ia dapat menguasai tujuan unit itu dengan baik.
Dengan berbagai modifikasi, model ini dapat digunakan secara khusus untuk anak-anak yang berbakat atau “gifted students” atau untuk anak yang mengalami kesukaran dalam belajar, atlet dan para astronout.
Model belajar kontrol diri atau “learning self-control”
Model belajar kontrol diri, bertolak dari keyakinan bahwa perilaku para pelajar merupakan hasil belajar (learned), dan oleh karena itu seyogyanya mempelajari efek dari perilaku itu, dan mengelola lingkungan, sehingga perilaku itu akan lebih produktif. Dengan kata lain, para pelajar harus diberi kemudahan untuk belajar bagaimana bertanggung jawab atas lingkungan personal dan sosial, dan memahami dirinya secara personal.
Model ini digunakan oleh para guru untuk menciptakan liongkungan belajar yang produktif dan menghindarkan mereka dari keengganan untuk melibatkan diri dalam kesempatan  belajar yang tersedia secara umum. Secara praktis model ini dapat digunakan dengan kombinasi model yang lain untuk mengajar  bagaimana cara menghadapi tugas-tugas akademis dan sosial secara positif.
Model latihan keterampilan dan pengembangan konsep atau trainig for skills and concept development”.
Ada dua pendekatan yang dikembangkan atas dasar pemikiran teori sibernetika mengenai perilaku kelompok, yaitu:
1)   Model teori ke praktek atau “theory-to-practice”
2)   Model simulasi
Model teori praktek, memadukan suatu keterampilan dengan penampilan, praktek, umpan balik, dan latihan sampai kepada tahap dikuasainya keterampilan itu. Misalnya, jika keterampilan matematika yang menjadi tujuan, dimulai dengan menjelaskan keterampilan itu dan mendemonstrasikan cara selanjutnya para pelajar menerapkannya dengan bimbingan temannya atau gurunya.
Simulasi, di lain pihak, dirancang dari gambaran mengenai kehidupan nyata sehari-hari. Suasana yang mirip dengan lingkungan yang sebenarnya sengaja diciptakan sebagai situasi belajar. Dalam model ini banyak pula dipakai dalam bidang pengajaran yang menitikberatkan pada latihan keterampilan, dan berlaku bagi peserta didik dari berbagai usia.

Model latihan asertif atau “assertive training”
Tujuan dari model ini ialah terciptanya komunikasi yang integratife dan jujur. Karena itu, model ini berangkat dari masalah-masalah komunikasi.model ini dapat dipakai untuk menciptakan lingkungan belajar yang produktif dalam berbagai tingkatan kelas.
Salah satu ciri umum dari model ini ialah penguraian tugas-tugas belajar menjadi bagian-bagian kecil dengan perilaku yang berurutan.dalam model ini, baik guru maupun murid berusaha mengendalikan lingkungan belajar, dengan titik berat pada peranan kontrol guru.
Keempat kelompok model belajar mengajar sebagaimana telah  diintisarikan di muka, ada yang benar-benar eksklusif, ada yang saling melengkapi, dan ada yang tidak sesuai.dalam praktek, pemilihan model-model tersebut akan banyak ditentukan oleh tujuan belajar yang ingin dicapai setiap unit pelajaran. Model yang satu mungkin sesuai dengan unit tertentu, sedang model yang lain mungkin hanya bisa dipakai unuk mencapai tujuan belajar unit lainnya.
Yang perlu dicatat ialah, agar para guru dapat memilih model mana yang paling sesuai dan paling layak dipakai, disamping itu para guru harus menguasai hakikat tujuan, juga ia harus mengenal secara utuh karakteristik dari setiap model belajar-mengajar yang akan dipilih itu. Termasuk di dalamnya, guru harus mengenal kekeuatan dan kelemahan dari setiap model.
Dengan  demikian ia akan dapat memilih model yaitu dengan cermat dan cepat. Harus disadari bahwa dalam proses belajar-mengajar tidak ada satu pendekatan yang dapat diandalkan sebagai pendekatan yang serba manjur atau “panacea”.

  
DAFTAR PUSTAKA

Rohani, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Suherman, Erman dan Udin S. Winataputra. 1999. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka 









 

0 komentar: